Maulid Nabi: MOMENTUM KETELADANAN

Sekolah dapat menjadikan Maulid Nabi sebagai momentum pembinaan karakter.

PENDIDIKAN

Ahmad Sahidin

8/30/20252 min read

Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad.
Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad.

Allahumma Shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala Aali Sayyidina Muhammad.

Setiap kali bulan Maulid tiba, hati kaum muslimin dipenuhi rasa cinta dan rindu kepada sosok agung, Baginda Nabi Muhammad SAW. Peringatan ini bukan sekadar acara seremonial, melainkan sebuah undangan untuk kembali meneguhkan beliau sebagai teladan utama dalam kehidupan. Sebab, manusia memerlukan panutan dari manusia—bukan dari teknologi, bukan dari jin, bukan pula dari malaikat. Hanya manusia yang agung dan terpilih yang mampu menjadi cermin nyata bagi umat manusia. Dan itulah Nabi Muhammad SAW.

Dalam kehidupan sosial, keteladanan Nabi Muhammad Saw yang dapat diteladani (meski tampak sederhana) seperti menyapa, tersenyum, berkata baik, tidak curiga, dan menolak menyakiti. Inilah fondasi etika sosial—membuat orang lain merasa aman, nyaman, dan dihargai.

Di tengah derasnya arus digital, teladan ini semakin relevan. Ujaran di media sosial, perdebatan di ruang publik, hingga percakapan sehari-hari harus diarahkan pada kebaikan, bukan menambah kegaduhan. Seperti sabda Rasulullah Saw bahwa المسلم من سلِم المسلمون من لسانه ويده yaitu seorang muslim adalah yang tangan dan lisannya tidak menyakiti orang lain. (HR Bukhari dan Muslim)

Pendidikan
Keteladanan Nabi juga penting bagi dunia pendidikan. Guru bukan hanya penyampai ilmu, tetapi model akhlak. Ketika guru datang tepat waktu, bersikap adil, jujur, dan tegas dalam kebenaran, maka murid dapat belajar integritas secara nyata.

Sekolah pun dapat menjadikan Maulid Nabi sebagai momentum pembinaan karakter. Sebagai misal mengadakan pekan keteladanan (jujur, antri, menjaga kebersihan, disiplin, dan lainnya), literasi akhlak (membaca kisah Nabi dan Ahlulbait) dan menonton bersama film bertema Nabi, atau proyek sosial (kunjungan panti, gerakan peduli lingkungan seperti pungut sampah di sekitar sekolah). Kemudian dalam semua aktivitas itu tidak lupa untuk terus membaca shalawat.

Perlu dipahami bahwa pendidikan sejati bukan hanya mencerdaskan otak, tetapi juga menghaluskan budi pekerti (karakter). Akan jauh lebih baik dilengkapi dengan memiliki kecakapan hidup (life skill) yang bermanfaat untuk keseharian.

Pada akhirnya, Maulid Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa meneladani Nabi bukanlah wacana, melainkan tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari senyum yang tulus, kata-kata yang menenangkan, sikap adil di sekolah maupun pekerjaan, bersikap baik sangka, hingga keberanian untuk jujur dan amanah.

Dengan meniru akhlak Nabi Muhammad SAW, maka kehidupan masyarakat menjadi lebih damai, pendidikan lebih beradab, dan kehidupan lebih bermakna. ***