Ziarah Arbain, dari Allahyarham ke Amirul Mukminin
Bahwa ziarah dari Allahyarham hingga Amirul Mukminin dapat dimaknai simbol untuk menyatukan persaudaraan, persatuan, dan empati dengan sesama umat Islam.
UKHUWAH
Ahmad Sahidin, M.Hum
8/17/202511 min read


Tahun 2010, saya mendengar ada rombongan dari Indonesia melakukan ziarah ke Karbala, Irak. Kabar tersebut mengingatkan saya pada tragedi yang menimpa cucu Rasulullah saw yakni Al-Husain putra Sayyidah Fathimah binti Rasulullah saw dan Sayyidina Ali bin Abu Thalib. Peristiwa tragis ini disebut asyura.
Kemudian saya membaca buku dan artikel tentang asyura. Tragis dan menyedihkan. Cucu Rasulullah saw dan keluarganya digiring, tidak dapat akses air dan makanan, diperlakukan semena-mena, dan dibunuh dengan keji. Peristiwa ini terjadi pada 10 Muharram 61 H. di Karbala, Iraq. Tindakan keji yang menimpa Ahlulbait (keluarga Rasulullah SAW) itu dilakukan atas perintah Yazid bin Muawiyah, penguasa dinasti Umayyah di Suriah. Di Karbala pula Al-Husain dan rombongan yang gugur dikebumikan dan kini menjadi tempat ziarah yang banyak dikunjungi kaum Muslim, khususnya bulan Muharram dan Shafar.
Sejak membaca dan mempelajari sejarah (nasib) Ahlulbait Rasulullah SAW itu, saya punya keinginan untuk ziarah. Lama terpendam. Meski belum tercapai, saya senantiasa menitipkan salam dan doa saat ada kawan yang berangkat ziarah. Setidaknya mengabarkan bahwa ada orang Sunda di Indonesia yang ingin menziarahinya.
Dalam pengajian, saya dengar ada riwayat bahwa jika belum mampu ziarah ke Imam maka ziarah pada ulama yang mencintai Imam. Di Bandung ada sosok ulama pecinta Ahlulbait dan sangat tampak kecintaannya hingga mendirikan organisasi Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI). Ya, beliau dikenal dengan sapaan Kang Jalal. Mari hantarkan Alfatihah untuk beliau, para gurunya, serta keluarga dan pengikutnya.
Momentum arbain tahun 2022 dan 2023 bersama kawan IJABI melakukan nikreuh (jalan kaki) dari Muthahhari (Kiaracondong Kota Bandung) ke Mazar (makam) Allahyarham Jalaluddin Rakhmat (Rancaekek, Kabupaten Bandung). Jarak tempuh sekira 26 km. Dua kali melakukannya pada momentum arbain (20 Shafar). Saat nikreuh itu saya berdoa bahwa "semoga berlanjut sampai ke Imam" sambil membaca shalawat. Syukur kepada Allah, tahun 2024 bisa ziarah atas biaya seorang kawan yang juga cinta kepada Ahlulbait. Taqobbalallohu a’malakum bi ahsani qabuul.
Ceritanya dari sini. Dari Jakarta terbang melintasi negeri ke negeri dan kota demi kota. Ziarah arbain diawali dari waliyullah hingga Amirul Mukminin pintu ilmu Rasulullah SAW.
Iran
Sekira Jumat pagi memasuki negeri para mullah, Republik Islam Iran. Kunjungan pertama yakni pusara Imam Khumaini berlokasi tidak jauh dari bandara internasional IKA (Imam Khomeini Airport). Haram Imam Khumaini mempunyai area yang luas. Ornamen dinding, pintu, dan langit-langit tampak indah dan gemerlap dengan warna biru, putih, hitam. Semuanya satu kesatuan menampilkan arsitektur yang indah. Bangunan mewah dan tinggi menambah sejuk dan syahdu suasana haram Imam Khumaini.
Memasuki haram ada tata tertib. Memasuki pintu untuk pemeriksaan. Memasuki area makam Imam Khumaini. Sejuk dan luas areanya. Masih dengan ornamen dinding khas Persia yang indah dan sedap dipandang mata. Makamnya dikelilingi dinding besi dan dihiasi lampu warna hijau. Berdekatan dengan makam Imam Khumaini terdapat makam keluarga dan ulama lainnya. Orang yang ziarah mendekat pada dindingnya. Berdoa dan melakukan shalat ziarah.
Saya mendekat pada makamnya. Dalam hati mengucapkan terima kasih atas ilmu yang terkandung pada buku-bukunya yang pernah saya baca. Saya sampaikan kekaguman kepada Imam Khumaini yang mampu mengirim surat kepada tokoh Unisoviet, Mikhail Gorbachev, agar membaca karya filsuf Mulla Shadra, Suhrawardi Al-Maqtul, dan lainnya. Imam Khumaini menyampaikan pemikiran (filsafat) yang didasari spiritualisme lebih kokoh dan berdampak positif di masyarakat daripada pemikiran yang berbasis pada materialisme. Dengan kata lain, Imam Khumaini ingin menunjukkan betapa kokoh pemikiran Islam dibanding pemikiran materialisme yang dianut tokoh-tokoh sosialisme dan komunisme. Juga saya sampaikan betapa hebat Imam Khumaini membangun negeri Iran, hingga lepas dari cengkeraman Amerika dan sekutunya. Dalam hati, penuh harap ada berkah dari Imam Khumaini yang menyelimuti perjalanan arbain menuju Karbala dan Najaf, Irak.
Dari makam Imam Khumaini bergerak menuju makam ibunda Imam Ali Zainal Abidin yang juga istri Al-Husain, yakni Sahar Banu, putri seorang raja Persia. Berlokasi cukup jauh dari Teheran. Berlokasi di pegunungan batu. Kering dan panas. Tangga untuk naik pun jauh dan menanjak. Di area makam, orang-orang berjubel. Bergantian memasuki area dinding besi. Ada yang shalat. Ada yang memegang jeruji besi dan menciumnya. Ada yang mengangkat tangan dengan melafalkan doa-doa. Suasana penuh haru di area makam. Sama dengan di Indonesia, area makam para wali senantiasa ada uang berhamburan, juga pada makam Imam Khumaini dan Sahar Banu. Hal yang sama juga tampak pada makam-makam para Imam Ahlulbait as.
Bergerak lagi ke makam ulama ternama bernama Abdul Azeem Hasani, Imam Zadeh Hamzah
Imam Zadeh Tahir, dan lainnya. Semuanya satu kompleks. Karena hari itu Jumat, tadinya sempat akan ikut menyimak khutbah dan shalat jumat. Satu di antara kawan perjalanan mengingatkan untuk tidak ikut serta karena waktunya lebih dari dua jam. Lagian posisi kami sedang safar sehingga tak ada kewajiban ikut shalat jumat dan shalat harian pun qashar.
Perjalanan berikutnya ke Masjid Jamkaran. Konon, masjid ini dibangun atas perintah Imam Zaman (Al-Mahdi Al-Muntazhar). Arsitektur khas Iran: bangunan tinggi, area lapang terbuka luas, aneka ruangan untuk aktivitas tersedia, dan ornamen cantik dengan warna biru putih dan garis kuning emas. Tiap kali lihat bangunan indah di Iran, saya terpesona dengan keindahan karya seni khas Persia. Di Jamkaran ini kami shalat tahiyatul masjid. Membaca tasbih dan doa.
Karena bertepatan dengan HUT RI, maka di luar masjid Jamkaran bersama rombongan kami menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh syahdu.
Selanjutnya kami bergerak menuju kota Qum. Di kota santri ini kami berkunjung ke rumah Imam Khumaini. Syukur kepada Allah bahwa penginapan kami di Qum tidak jauh dari Haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah. Sekira 500 meter. Kemudian kami menziarahi Sayyidah Fathimah Ma'shumah, berdoa, dan melafalkan ayat suci Alquran. Sekitar haram terdapat majelis ilmu bersama para ulama, pusara para ulama, majelis Alquran, air minum dan roti gratis, dan menunaikan shalat fardhu berjamaah. Dengan area yang luas, tiap tempat bisa menyelenggarakan shalat berjamaah. Terasa teduh, nyaman, dan kalau lagi sendirian bisa sambil tafakur. Beberapa titipan doa dan salam, saya sampaikan di makam Sayyidah Fathimah Ma'shumah. Seperti “magnet”, kalau sudah dari haram dan tiba di penginapan, muncul keinginan untuk kembali ke haram melakukan ziarah dan menikmati suasana haram. Ada rasa bahagia dalam hati saat melihat aktivitas keagamaan di haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah. Mengikuti shalat fardhu berjamaah, membaca dzikir dan doa, membaca dan menikmati lantunan ayat Alquran, dan ziarah ke makam-makam ulama.
Masih di Qum, kami menziarahi rumah sekaligus mihrab Sayyidah Fathimah Ma'shumah, saudara dari Imam Ali Ar-Ridha as. Menziarahi makam adik dari Imam Muhammad Al-Jawad. Tiga hari di Qum diisi dengan ziarah, doa, ikut shalat berjamaah, menikmati minuman dan roti khas Iran. Juga berkeliling ke toko-toko camilan, aksesoris dan buku. Saya sempat ikut antrean minum teh dan roti yang disajikan Haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah. Di area haram pula sempat membeli Alquran cetakan Iran. Beruntung diingatkan oleh Guru tentang keberadaan makam Syahid Murtadha Muthahhari. Langsung melangkahkan kaki ke Haram Sayyidah Ma'shumah. Mencari lokasi yang disebutkan. Setelah menanyakan pada khadim dan ditunjukkan berada dekat tiang. Saya bacakan Al-Fathihah dan mengucapkan terima kasih karena buku-bukunya mencerahkan saya dan mengantarkan pada khazanah intelektual Islam yang lebih luas. Saya juga menyampaikan aktivitas harian di Indonesia pada lembaga pendidikan yang menggunakan namanya. Selanjutnya keliling pada makam ulama lainnya. Saya berkeliling hingga ketemu lagi dengan Syahid Muthahhari.
Kesan saya tentang Qum merupakan kota santri. Luar biasa, sebelum tiba waktu shalat fardhu, tampak banyak warga bergerak menuju masjid jami' Haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah untuk shalat berjamaah. Warga muslimah berpakaian hitam jubah tanpa niqab. Lelaki muslim pun mayoritas berpakaian hitam. Pakaian dan warna hitam ini bisa dikatakan khas Iran. Menariknya, baik laki-laki maupun perempuan, terlihat memegang tasbih. Berjalan sambal melafalkan dzikir dengan mulut komat kamit dan gerakan jari pada tasbih. Ternyata dalam panduan keagamaan di kalangan Muslim Ahlulbait ada bacaan dzikir harian yang diambil dari asmaul husna.
Perjalanan beralih ke Mashad, nama lainnya Khorasan. Imam Ali Ar-Ridha as dikebumikan. Juga ulama Thabarsi, Syaikh Bahai, dan lainnya. Haram Imam Ridha as luas. Mungkin bisa berjam jam untuk dapat mengelilinginya.
Sama seperti haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah, di haram Imam Ridha as terdapat madrasah dan majelis Alquran, majelis ilmu bersama para ulama, shalat fardhu berjamaah, museum Alquran dan peninggalan yang terkait dengan karpet dan dokumentasi perkembangan haram, perpustakaan, dan restoran Imam Ridha. Alhamdulillah, kami sempat dijamu makan malam dan makan siang di haram Imam Ali Ridha as.
Saat berkeliling di haram, jangan khawatir kehausan meski cuaca terik panas menyengat kulit. Area haram menyediakan air minum dingin dan segar pada tiap ruang terbuka. Orang-orang bebas ambil minum dengan gelas plastik yang tersedia. Jangan kaget pula kalau tampak orang-orang pada setiap sudut membaca Alquran, membaca doa, dan sering terlihat ibu-ibu menangis dengan pandangan menatap kubah emas makam Imam Ali Ridha as.
Masih di area haram, kami melihat madrasah tempat para santri mengikuti pengajian. Masuk area bawah tanah terlihat ulama sedang diskusi dengan santri yang mengelilinginya. Area lainnya ada orang-orang duduk khusyuk menyimak pembacaan Alquran dan ruang lainnya lebih banyak yang pegang buku sambil melafalkan doa. Sempat terlihat burung-burung merpati dan puter berada di area haram. Terbang sana sini dan hinggap pada bangunan yang teduh. Meski banyak burung tapi jalanan bersih dan tidak tampak kotoran. Tentu karena banyak petugas kebersihan dan khadim di haram yang membantu mengarahkan jamaah yang hadir di haram Imam Ali Ridha as.
Sama seperti di haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah, haram Imam Ali Ridha as pun memiliki daya tarik seperti magnet. Menjelang waktu shalat fardhu, warga berduyun duyun masuk area haram Imam Ridha as untuk shalat berjamaah. Sambil menunggu adzan, jamaah biasanya menyimak pembacaan Alquran, ceramah singkat dari ulama, dan lantunan doa-doa. Mungkin karena di haram, bahwa toilet dan tempat wudhu terpisah. Untuk tempat wudhu bisa didapatkan tiap ruang terbuka di haram Sayyidah Fathimah Ma'shumah dan haram Imam Ali Ridha as. Sedangkan untuk toilet berada di luar kompleks haram. Dapat dipahami karena haram area suci untuk ibadah, sehingga yang terkait dengan najis dan hadas harus di luar area haram.
Irak
Sekarang menuju Irak. Menggunakan pesawat terbang dari kota Mashad. Negeri para Nabi dan wali Allah. Banyak cerita tentang negeri ini. Mulai dari peradaban kuno Mesopotamia sampai kejayaan peradaban Islam Dinasti Abbasiyyah dan kejatuhan pemerintahan Saddam Hussein yang berakhir dengan cara digantung. Amerika dan sekutunya berada dibalik kehancuran pemerintahan Irak pasca Saddam Hussein.
Di negeri ini, kami memasuki Najaf Asyraf yang tanahnya menyelimuti jasad suci Imam Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah. Juga para sahabat dekatnya pun dibumikan di Najaf. Lokasi pertama yang dikunjungi yakni masjid sekaligus makam Kumayl bin Ziyad. Kaum Muslim pecinta Ahlulbiat mengetahui sosok Kumayl. Sahabat Imam Ali ini diajari doa Nabi Khidir as. Kumayl diburu oleh penguasa. Berhasil menghindar dari mereka, tapi kaum dan keluarganya ditawan. Kumayl menyerahkan diri kemudian dibunuh oleh penguasa Dinasti Umayyah. Sejarah mengisahkan Kumayl popular karena tiap malam Jumat doa (Kumayl) sering dibaca oleh Muslim pecinta Ahlulbait di seluruh dunia.
Berlanjut ke Karbala. Di sini memulai Arbaeen Walk (long march menuju Haram Imam Husain as dan Abu Fadhl Abbas). Kami start pada pilar (tiang) 573. Di tempat ini istirahat sekira sembilan jam. Karena cuaca terik panas, maka memilih jalan pada malam hari. Kami berjalan sampai tiang 953. Terasa melelahkan. Telapak kaki, betis dan paha serta pinggang terasa sakit. Meski terasa sakit, tetapi sedikt terobati rasa lelah tersebut. Di sisi kanan dan kiri jalan ada banyak maukib yang menyajikan makanan dan minuman serta persinggahan untuk istirahat. Para peziarah tidak perlu khawatir dengan urusan makan dan minum, warga Irak dan volunter menyediakan untuk para peziarah. Pemiliknya merasa senang jika maukib dikunjungi, disinggahi, dan sajiannya dinikmati peziarah.
Saat istirahat di maukib, di antara peziarah yang bersamaan istirahat bertegur sapa. Bahasa Inggris dan Arab menjadi penyambung komunikasi antara peziarah dari berbagai negara. Saya sempat bertegur sapa dengan peziarah Iran, Eropa, Bashrah, Arab Saudi, Irak, Pakistan, dan lainnya. Ada yang ngajak komunikasi dengan pakai media transliterasi telepon genggam.
Bisa dikatakan bahwa kecintaan kepada Rasulullah saw dan Ahlulbait menyatukan Muslim dari berbagai negeri. Mereka bersama-sama bergerak menuju Haram Al-Husain as sebagai tujuan yang dituju peziarah.
Seorang kawan perjalanan menyampaikan sekira 21 juta orang hadir di Karbala, pasti termasuk kami dari Indonesia. Di perjalanan menuju Karbala, ada maukib atasnama Singapore, Malaysia dan Indonesia. Pada perjalanan kembali dari nomor tiang 593 kemudian istirahat di Maukib Syahidullah, tiang 953.
Berlanjut hari kedua. Melangkahkan kaki pada malam hingga siang. Mulai tiang 953 sampai 1400an, gerbang jalan menuju Haram Al-Husain as. Di area tersebut, para peziarah sudah berkumpul dan hilir mudik. Orang-orang berjalan menuju haram dan ada yang pulang dari haram. Lautan manusia bergerak. Datang dan pergi. Saat berjalan menuju haram, agar tidak terpisah rombongan kami berjalan perlahan dipandu Dr Sayyid Nabil (warga Irak) yang sehari hari beraktivitas sebagai dosen. Sayyid Nabil ini kenal dengan amir ziyarah kami dan membantu perjalanan sampai ke haram Imam Husain dan Abu Fadhl Abbas.
Masih di Karbala, guru kami memandu ziarah ke Al-Mukhayyam, yang menjadi lokasi kemah-kemah Keluarga Rasulullah saw. Pada tempat tersebut, Sayyidah Zainab dan keluarga Al-Husain menjadi saksi tragedi 10 Muharram. Lokasinya berada di sekitar Haram Al-Husain. Dalam haram, ada jejak tempat dipenggalnya Al-Husain oleh Syimr bin Dzil Jausyan.
Saat berkeliling di area haram, sejarah tragedi Karbala membayangi pikiran. Rekonstruksi peristiwa asyura hadir menghiasi ziarah. Terbayang bagaimana duka nestapa menimpa keluarga Rasulullah saw. Derita bertambah kala Sayyidah Zainab, Imam Ali Zainal Abidin, putri-putrinya digiring musuh menuju Suriah. Kepala Al-Husain dan sahabat-sahabatnya yang gugur ditancapkan pada tombak. Diarak menuju Kufah kemudian Damaskus (Syam). Diperkirakan 1032 km. Setelah sampai di istana Yazid bin Muawiyyah (penguasa yang menjadi dalang dari tragedi Karbala) kafilah keluarga Rasulullah saw kembali lagi ke Karbala, yang bertepatan hari ke 40 dari peristiwa asyura. Imam Ali Zainal Abidin menyatukan tubuh dan kepala ayahnya, Al-Husain, dan menguburkannya.
Pada hari itu pula sahabat Jabir Al-Anshari tiba di Karbala dan menziarahinya. Perjalanan menuju Karbala untuk menziarahi cucu Rasulullah saw ini menjadi momentum long march. Tiap tahun, dari 10 Muharram hingga 20 Shafar, para pecinta Ahlulbait berdatangan dengan jalan kaki menuju makam Al-Husain as.
Longmarch arbain menjadi upaya untuk merasakan betapa pedih, getir dan tersiksanya keluarga Al-Husain cucu Rasulullah saw oleh musuh. Mereka sabar dan tawakal. Bolak balik dari Karbala ke Syam. Dari Syam kembali ke Karbala. Dengan jalan kaki dan kuda-kuda tanpa pelana. Dihina dan diperlakukan sewenang wenang. Penderitaan Ahlulbait Rasulullah saw menjadi modal lahirnya gerakan kemanusiaan dan perlawanan pada kezaliman serta hadirnya para pejuang Islam yang bergerak dalam gerakan pembelaan pada keluarga Rasulullah saw yang dikomandani Mukhtar Tsaqafi. Dari longmarch ini bisa mengambil inspirasi bahwa umat Islam perlu belajar dari keluarga Rasulullah saw dalam sikap, moral dan kesabaran dalam menanggung derita yang menderanya. Kemudian dengan kesadaran bersama jamaah, segala keterbatasan akan sirna dan menjadi kekuatan umat. Dari Karbala harusnya umat Islam dunia sadar bahwa kini ada Karbala modern yakni Palestina yang menunggu gerakan bersama melawan kezaliman. Ini harusnya dilakukan umat Islam.
Perjalanan selanjutnya ke Najaf. Bergerak menggunakan kendaraan bus menuju Samarra dan Kazhimain. Di Kazhimain menziarahi Imam Musa Kazhim as dan Imam Muhammad Taqi as. Antara Samarra dan Kazhimain berziarah kepada Sayyid Muhammad bin ‘Ali al-Hadi. Di Samarra menziarahi Imam Ali Al-Hadi as, Imam Hasan Askari as, Bunda Hazrat Narjis, Bibi Hazrat Hakimah, dan Sardab Imam Zaman (goa tempat gaib Imam Mahdi). Area Samarra cukup jauh dari parkir bus. Banyak bangunan bekas tembakan. Temboknya seperti bekas hancur. Kabarnya area Samarra, tempat dikebumikan Imam Hasan Askari dan Ali Al-Hadi, ini pernah diserang ISIS hingga kubah emas pun hancur. Tidak lama kemudian dibangun kembali dengan biaya dari para pecinta Ahlulbait.
Najaf
Sekarang ke Najaf. Cuaca Najaf tidak beda dengan Karbala. Panas. Keluar pada siang hari pasti berkeringat. Tidak heran penduduk Najaf di rumah selalu pakai kipas angin dan ac. Di Najaf, ada haram Imam Ali bin Abu Thalib kw. Beliau wafat pada 21 Ramadhan. Setelah dibacok pada saat sujud oleh Abdurrahman bin Muljam, tokoh Khawarij, pada 19 Ramadhan dini hari. Imam Ali dikuburkan di Najaf. Area haram Imam Ali ramai dikunjungi para peziarah. Waktu yang ramai dan padat ziarah yakni setelah shalat maghrib dan isya serta ba’da shubuh dan ba’da dzuhur.
Mungkin sudah standar bahwa area shalat berjamaah di haram tanpa atap sehingga bisa memandang ke langit. Begitu juga di haram Imam Ali. Di area haram terasa sejuk. Bisa duduk berlama-lama sambil baca Alquran dan doa. Suatu ketika di haram Imam Ali, saya melihat iringan orang membawa peti jenazah. Dikelilingkan ke makam Imam Ali sambil melafalkan: Laa ilaha illallahu Muhammadur Rasulallah. Laa ilaha illallahu 'Aliyyun Waliyullah.
Kunjungan selanjutnya ke Masjid Kufah dan Masjid Sahlah. Masjid Kufah merupakan tempat Imam Ali dibacok oleh Ibnu Muljam. Dini hari 19 Ramadhan. Dari peristiwa itu Imam Ali dikenal sebagai syahid mihrab dan dikebumikan di Najaf Asyraf. Sekira 9,8 km jarak dari haram Imam Ali ke masjid Kufah.
Di Masjid Kufah terdapat maqam (tempat shalat) Nabi Nuh as, Nabi Adam as, Nabi Ibrahim as, makam Hani bin Urwah, makam Mukhtar Tsaqafi, dan makam Muslim bin Aqil. Tiga makam terakhir ini sahabat setia Al-Husain. Ketiganya syahid.
Masih di area Masjid Kufah, terdapat rumah Imam Ali. Sederhana dan tidak terlalu luas. Masih bernuansa klasik dari tembok dan atap pelepah kurma. Tentu itu hanya rekonstruksi berdasarkan riwayat. Sama halnya dengan bangunan Masjid Kufah yang luas masih bercorak klasik dengan benteng berbahan tanah. Area luar dekat rumah Imam Ali terdapat sumur dengan air yang tidak pernah kering. Warga menyebut air itu penuh berkah. Banyak orang antre ambil air. Mereka berkeyakinan air tersebut sangat manjur untuk menyembuhkan orang sakit dan membuat badan segar bugar.
Masjid Sahlah berjarak sekira 8,9 km dari haram Imam Ali. Malam hari kami ke lokasi ini. Areanya cukup luas. Dengan bangunan tinggi dan ornamen indah khas Persia. Ada beberapa maqam (tempat shalat) seperti Nabi Idris, Imam Al-Mahdi, Nabi Ibrahim, Imam Zainal Abidin, Imam Jafar Shadiq, Nabi Khidir dan lainnya. Kami sempat melakukan shalat di tempat tersebut.
Kembali ke Najaf. Syukur kepada Ilahi karena penginapan kami cukup dekat ke haram Imam Ali. Sehingga leluasa untuk ziarah dan melaksanakan shalat fardhu berjamaah. Di haram Imam Ali ternyata ada tradisi kultum, pembacaan hadis, lantunan ayat suci Alquran, dan doa-doa qobla shalat fardhu dipandu qori. Sedangkan shalat fardhu berjamaah dipimpin ulama yang tiap hari bergantian bertugas.
Last day, ba'da shalat fardhu berjamaah saya menikmati suasana haram sambil melafalkan doa, membaca Alquran dan menyampaikan salam perpisahan kepada Imam Ali. Bergerak meninggalkan haram Imam Ali sambil menyeka air mata. Menoleh pada kubah. Lama menatap kubah seraya mengucapkan salam kepada Sang Pintu Ilmu Rasulullah saw.
Dalam perjalanan kembali ke tanah air, saya sedikit tafakur untuk mengambil makna bahwa ziarah dari Allahyarham hingga Amirul Mukminin dapat dimaknai simbol untuk menyatukan persaudaraan, persatuan, dan empati dengan sesama umat Islam. Meski tanpa kenal siapa pun, tidak mengetahui dari bangsa dan negara mana, berkedudukan apa pun; yang ikut serta longmarch arbain merupakan "tamu" Al-Husain cucu Rasulullah saw. Mereka ini layak dilayani makanan dan minumnya, disediakan penginapannya, dan diperlakukan sama sebagai tamu Al-Husain.
Setuju dengan Guru kami yang menyatakan maukib dan longmarch kecintaan kepada Ahlulbait Rasulullah saw tidak hanya di negeri Irak, tapi juga bisa dilakukan di Indonesia. Khidmat tanpa batas. Cag! ***